by

BPOM Setujui Imunoterapi Pertama untuk Pasien Kanker Hati

JAKARTA, GANLOP.COM – Obat imunoterapi atezolizumab dengan kombinasi bevacizumab telah mendapat persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk pengobatan pasien kanker hati tipe karsinoma sel hati stadium lanjut atau yang tidak dapat dioperasi dan belum pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya. Persetujuan BPOM untuk imunoterapi pertama pada terapi kanker hati ini menandai era baru pengobatan kanker hati yang merupakan penyakit yang berkembang cepat.

“Penyakit kanker menjadi beban masyarakat dunia. Oleh sebab itu Kementerian Kesehatan menjadikan kanker sebagai prioritas dalam rencana strategis. Menangani kanker harus komprehensif, melibatkan berbagai sektor dan pihak dengan pendekatan multidisiplin dan kolaborasi interprofesional, dengan fokus pada pasien. Peran organisasi peduli pasien dan swasta sebagaimana yang dilakukan oleh Roche Indonesia yang telah banyak berkiprah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang kanker, mengembangkan solusi pengobatan dan diagnostik dan mengupayakan akses bagi pasien sangatlah penting,” demikian sambutan Prof. dr. Abdul Kadir, PhD, Sp.THT-KL (K), MARS – Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan, yang disampaikan oleh dr. Else Mutiara Sihotang, Sp.PK, Kasubdit RS Pendidikan Kementerian Kesehatan.

Salah satu penyebab tingginya tingkat mortalitas ini adalah terlambatnya diagnosis, sehingga sebagian besar pasien datang sudah dalam kondisi stadium lanjut. Tidak hanya itu, meskipun angka kejadian karsinoma sel hati tinggi, pasien dengan penyakit ini hanya memiliki pilihan yang terbatas untuk pengobatan yang berdampak pada tingkat kematian yang tinggi.

“Sebagian besar pasien karsinoma sel hati di Indonesia datang ketika sudah masuk stadium lanjut, sementara pilihan pengobatan yang ada sangat terbatas. Data menunjukkan selama 15 tahun (1998 – 1999 dibandingkan dengan 2013 – 2014) tidak ada perubahan angka kesintasan yang signifikan untuk pasien kanker hati. Pasien saat ini terus berharap akan adanya pengobatan transformatif yang bisa meningkatkan harapan hidupnya,” jelas DR. dr. Irsan Hasan, SpPD-KGEH, FINASIM, yang merupakan seorang dokter spesialis gastroenterohepatologi.

“Dengan disetujuinya obat imunoterapi atezolizumab dengan kombinasi bevacizumab sebagai imunoterapi pertama untuk pengobatan pasien kanker hati tipe karsinoma sel hati stadium lanjut, diharapkan adanya perbaikan kesintasan pasien kanker hati yang lebih tinggi. Kami sangat berharap agar pengobatan baru ini dapat menjangkau pasien yang membutuhkan sehingga kita dapat menekan angka kematian akibat kanker hati,” lanjutnya.

Obat imunoterapi kanker bekerja dengan cara membantu sistem imun di tubuh manusia untuk secara spesifik membunuh sel kanker. Studi klinis menunjukkan penggunaan Atezolizumab yang dikombinasikan dengan Bevacizumab meningkatkan angka kesintasan hingga 19,2 bulan atau 34% lebih tinggi dibandingkan dengan pengobatan standar dan mencegah perburukan penyakit hingga 6,9 bulan atau perbaikan hasil pengobatan hingga 35% dibandingkan dengan pengobatan standar yang ada saat ini.

“Selama 125 tahun keberadaan kami di dunia dan 50 tahun di Indonesia, Roche memiliki sejarah menjelajahi bidang ilmiah baru, bidang penyakit baru dan teknologi baru, dan mengembangkan obat yang dapat mengubah hidup pasien. Namun, terobosan dalam ilmu kedokteran hanya memiliki arti bila dapat mencapai pasien-pasien yang membutuhkannya,” kata Dr. Ait-Allah Mejri, Presiden Direktur Roche Indonesia.

“Kanker adalah masalah kita bersama. Karena itu, Roche terus mengajak semua kalangan, mulai dari praktisi kedokteran, akademisi, media, pemerintah, dan masyarakat untuk dapat bekerja sama dalam menyediakan akses yang lebih luas terhadap diagnosis dan pengobatan kanker yang berkualitas untuk pasien, baik di sektor swasta, maupun di sektor publik melalui Jaminan Kesehatan Nasional,” tutup Dr. Mejri.

Deteksi dini juga menjadi kunci dalam perbaikan kesintasan pasien kanker hati. Untuk itu, pemeriksaan rutin pada pasien yang memiliki risiko tinggi seperti pasien hepatitis B dan C harus menjadi perhatian.  “Semakin cepat dideteksi, maka akan semakin cepat mendapatkan penanganan yang tepat. Sehingga, prognosa kanker hati juga akan semakin baik. Karena itu, masyarakat yang berisiko harus rutin melakukan tes atau kita sebut surveilans untuk mendeteksi kanker hati. Dengan perkembangan kemajuan teknologi kesehatan, hasil pemeriksaan bagi pasien juga kini dapat lebih akurat dalam bantuan diagnosis kanker hati yaitu dengan tes terkini, PIVKA II. Kadar PIVKA II di atas nilai normal dapat menjadi penanda yang lebih baik dalam surveilans untuk menyarankan pasien mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut.” jelas Dr. dr. Agus Susanto Kosasih, Sp.PK(K), MARS yang merupakan seorang dokter spesialis patologi klinik.

PIVKA II adalah biomarker yang dapat digunakan dalam surveilans rutin pada populasi berisiko tinggi yaitu pada pasien dengan kelainan hati. Kadar PIVKA II diatas nilai normal dapat menjadi penanda dalam surveilans untuk menyarankan pasien mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut. PIVKA II lebih sensitif dalam mendiagnosis kanker hati, terutama bila dikombinasikan dengan Tes darah untuk alfa-fetoprotein (AFP).

Studi menunjukan kombinasi PIVKA II + AFP memberikan akurasi diagnostik yang lebih baik dan dapat mendeteksi lebih banyak pasien kanker hati pada pasien hepatitis B & C. Peningkatan kadar PIVKA II berkorelasi baik dengan stadium penyakit, terlepas dari ukuran tumor, kelompok etnis pasien, atau etiologi kanker hati.

Dalam interpretasi hasil PIVKA II, pemeriksaan lainnya dalam tatanan klinis tetap perlu dilakukan seperti CT-Scan dan MRI atau jika dibutuhkan adalah biopsi untuk memberikan diagnosis yang tepat bagi pasien. Pemeriksaan PIVKA II dilakukan dengan menggunakan sampel darah dan dikerjakan metode ECLIA di laboratorium Patologi Klinik.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *