by

Cara Para Pekerja Lajang Tetap Aman dan Nyaman Saat #StayatHome

GANLOP.COM- Makin merebaknya pandemi COVID-19, membuat pemerintah mengambil tindakan yang tegas. Salah satu peraturan tegas yang dianjurkan adalah Stay at Home atau berada di rumah, termasuk para pekerja yang dianjurkan untuk WFH atau bekerja dari rumah.
Berdasarkan data Pemerintah DKI Jakarta, dari keseluruhan pekerja berusia dewasa yang berdomisili di Jakarta, dua juta di antaranya masih berstatus sebagai lajang dan banyak diantaranya adalah anak kost. Tinggal sendiri di kost selama masa isolasi memang memiliki tantangan tersendiri, beberapa diantaranya adalah rasa bosan dan tidak ada teman komunikasi.
Ann, yang tinggal di sebuah kost di Senayan, menceritakan bagaimana dia merasa kebosanan di kamar kostnya. “Aku bosan melihat dinding yang sama. Hanya saya sendiri di dalam ruangan dengan layar dan lemari pakaian saya, tidak ada banyak hal untuk dilihat atau dilakukan,” kata Ann. Pengalaman seperi itu tidak hanya dialami oleh Ann, banyak cerita curahan kebosanan para penghuni kost lainnya yang bertebaran di platform media sosial.
Selain rasa bosan, ada beberapa ketakutan lain yang dialami anak kost yang lajang, seperti makanan yang takut tidak higienis. Salah satu penetap kos lainnya, Rizal, turut mengungkapkan bahwa ia merasa semakin tidak aman untuk keluar mencari makanan sehari-hari di warteg terdekat dan memaparkan dirinya ke lingkungan yang penuh orang.
“Saya tidak terlalu khawatir tentang orang-orang di kost saya, tetapi saya khawatir dengan orang-orang yang tinggal di lingkungan itu, mereka tampaknya tidak tahu tentang virus,” katanya. Layanan pengiriman makanan pun tidak bisa dibilang murah, dan memasak di dapur umum kostnya juga tidak nyaman ataupun higienis, sehingga memaksa Rizal untuk terus membeli makanan di luar.
Ketika ditanya tentang kekhawatiran terkena paparan virus menular, dia berkata, “Saya memasak. Kadang saya berbagi makanan dengan teman flat saya. ” Dia menyebutkan bahwa operator co-living-nya, Flokq, membersihkan apartemennya setiap minggu, dan setelah pandemi, meningkatkan langkah-langkah keselamatan dan kesehatan mereka.
Semakin banyak hari yang dihabiskan di dalam ruangan, tentunya Anda akan semakin merasa tidak sehat juga. Akan muncul keinginan untuk kembali merasakan sinar matahari dan udara segar. Beberapa orang yang tinggal di apartemen mungkin saja dapat menikmati sinar matahari yang menembus jendela ruangan lantai teratas mereka, atau bahkan pergi ke balkon untuk mencari udara segar.
Namun, keuntungan seperti itu kemungkinan besar tidak dapat dirasakan oleh mereka yang tinggal di kost, khususnya di Jakarta yang berpenduduk padat. Beberapa kost memang memiliki jendela yang menghadap ke lingkungan atau taman kost, tetapi beberapa hanya memiliki jendela yang menghadap ke lorong sempit, atau lebih buruk lagi, bahkan tidak memiliki jendela sama sekali. Bagi mereka yang tinggal di kost, memenuhi keinginan akan udara segar pastinya akan menjadi suatu tantangan.
Pilihan umum hunian berupa apartemen maupun kost bagi mereka yang tinggal sendirian di Jakarta terbukti berpotensi memunculkan masalah, khususnya pada saat di mana pembatasan kontak sosial sedang gencar-gencarnya diberlakukan. Tinggal di apartemen tentunya menawarkan lebih banyak keunggulan dari berbagai aspek, namun tidak terjangkau bagi semua orang akibat adanya pembayaran di muka serta biaya sewa lebih tinggi. Apalagi, tinggal di apartemen juga tidak menawarkan solusi bagi isu kesepian. Sedangkan, di sisi lain, kost sudah menjadi pilihan standar bagi masyarakat luas dalam waktu yang begitu lama.
Di berbagai belahan dunia, bertempat tinggal di bangunan tinggi dan menerapkan flatsharing sudah menjadi sesuatu yang biasa; namun masih belum begitu biasa di Jakarta. Kost sudah dan masih menjadi pilihan pertama dalam waktu yang begitu lama berkat keterjangkauan serta pelayanannya yang beragam. Aspek-aspek tersebut berlawanan dengan apartemen, yang pembayaran di muka serta biaya sewa lebih tinggi-nya membuatnya hanya menjadi pilihan bagi orang-orang bermodal cukup.
Namun, pada saat di mana isolasi sosial sedang digalakkan, dan berkumpul dengan keluarga jadi sesuatu yang tak memungkinkan, tinggal di ruangan besar berfasilitas lengkap, dengan beberapa teman atau rekan sesama penghuni flat yang sudah pasti higienitasnya, sudah pasti akan semakin jelas keuntungannya.
Pengaturan hidup menjadi solusi isu akomodasi yang terjadi di Jakarta saat ini. Tinggal di apartemen juga lebih memungkinkan keberlangsungan kegiatan memasak, khususnya dengan dapur yang hanya digunakan bersama 2-3 orang penghuni flat lainnya. Masalah higienitas pun dapat lebih terkendali, dan pengaturan akomodasi bahan makanan untuk membatasi pemesanan sajian dari luar juga amat mungkin untuk dilakukan.
Pada awal 2020, Eko, Rulih dan Davin tinggal di kos yang terpisah, namun baru-baru ini memutuskan pindah ke apartemen co-living yang disediakan Flokq di Setiabudi. “Sedikit khawatir karena sesekali Rulih masih bekerja di luar, tapi dia langsung mandi begitu pulang. Pada akhirnya, rasanya nyaman saat Anda memiliki seseorang yang dapat diajak bicara secara langsung. Saya tidak tahu kapan bisa kembali nongkrong dengan teman-teman seperti biasanya,” jelas Eko.
CEO Flokq Anand Janardhanan dalam rilisnya mengatakan, pergi dari kost Anda saat ini untuk pindah ke apartemen bersama beberapa teman tentunya bukanlah hal yang simpel. Namun, hal tersebut tidak lagi menjadi masalah dengan bermunculannya beberapa operator co-living baru belakangan ini; salah satunya Flokq.
“Berdasarkan pembicaraan dengan beberapa anggota Flokq, mereka merasa bersyukur memutuskan pindah ke hunian bersama hanya beberapa saat sebelum pandemi Corona dimulai. Salah satu dari mereka adalah Malti, yang beberapa bulan lalu pindah ke hunian co-living yang disediakan Flokq, dan saat ini sedang dalam masa karantina dengan dua teman flatnya.” tutur Anand.
Ia menambahkan, Malti dan teman-teman flatnya tersebut telah sepenuhnya bekerja dari rumah selama tiga minggu terakhir, sehingga mereka merasa aman akibat jaminan tidak adanya salah seorang dari mereka yang mengangkut virus dari luar. Saat ini, setiap malam mereka rutin bermain kartu dan melakukan yoga bersama.
“Apa yang Malti, Eko, Rulih, dan Davin sedang lakukan tentunya sejalan dengan apa yang disarankan oleh para ilmuwan. Meski tengah dihadapkan dengan konsekuensi tak terhindarkan berupa rasa kesepian, co-living bersama beberapa penghuni lain bisa menjadi pilihan yang ideal. Di masa krisis seperti ini, ditemani oleh orang lain di sekitar rumah, bahkan dalam jarak yang aman, dapat menghadirkan rasa persatuan serta dorongan yang lebih,” pungkas Anand.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *